oleh

“MAIN MATA” PENYELENGGARA PEMILU. Husri Muliyadi, Seorang Anak Petani Yang Menjadi Petani Hidroponik.

Topikinformasi.com – Bone Secara Normatif perhelatan Pemilu diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, beserta perubahan dan peraturan organiknya. Pada tulisan ini tidak mencoba untuk masuk pada ruang-ruang Postulat hukum, akan tetapi mencoba melakukan lompatan selangkah kedepan yang menyentuh pada level lebih tinggi, yaitu etika. Karena etika ini merupakan kasta tertinggi dalam pergaulan profesional. Ketika etika menjadi rusak maka runtuhlah kepercayaan yang punya dampak tak terbatas.

Bone, 3 Juni 2024
Beretika merupakan kewajiban yang tidak dapat ditawar oleh penyelenggara Pemilu karena itu merupakan marwah paling tinggi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan Pemilu, tentu hal tersebut beririsan dengan sumpah seorang Komisioner sebelum melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara Pemilu. Beretika dan sifat netral tentu menjadi barang mahal yang tidak boleh dinominalkan.

Baca Juga:  Danrem Pimpin Acara Serah Terima Jabatan Kasrem 141/Toddopuli

Tugas dan fungsi
KPU tingkat kabupaten/Kota merupakan hirarki tingkatan paling buncit dalam sistem kepemiluan tetapi menjadi garda terdepan sebagai pelaksana yang berhadapan langsung dengan kepentingan masyarakat sebagai fasilitator ( Pelaksana tekhnis ) aspirasi. Maka disinilah tempat ujian bagi pelaksana lapangan (Komisioner-PPS) yang berimplikasi terhadap hasil Pemilu. Sifat proforsional dan profesional sangat diuji karena begitu banyak kepentingan poilitik yang harus diakomodir. Pada titik inilah seorang Komisioner dapat dilacak apakah sejak dini memang sudah tersandera oleh kepentingan tertentu yang sifatnya simbiosis mutualisme.

Beredarnya potongan video memperdengarkan obrolan seorang komisioner KPU Bone dengan bawahannya yang diduga “untuk melakukan kecurangan mengenai pergeseran jumlah suara”. Perihal ini menambah daftar panjang ketidak-netralan seorang penyelenggara (vide: sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi tahun 2024). Perilaku tersebut tidak boleh ditanggapi secara biasa saja, ini penghianatan besar bagi Masyarakat Bone yang telah menitipkan suaranya melalui Pemilu dengan harapan akan lahirnya generasi pemimpin yang terbaik dari yang baik. Ibarat bermain bola, KPU adalah wasit yang tidak boleh “bermain mata” demi perlombaan tetap berjalan profesional guna terlahirnya pemenang yang bermartabat.

Baca Juga:  Salah Satu Personelnya Pindah Tugas, Tenribetta Perkusi Kehilangan Sosok Ini

Falsafah Ke Bone an
Melihat kondisi yang demikian tentunya Demokrasi dibone sedang tidak baik-baik saja, perlu dilakukan lompatan-lompatan yang revolusioner untuk mengembalikan kepercayan masyarakat Bone kepada KPU Bone, mungkin perlu diingat juga bahwa di Bone ini sangat dijunjung tinggi adat istiadat sebagai pedoman hidup baik secara individu maupun komunal. Makkiade, falsafah kehidupan masyarakat Bone yang begitu sakral harus diperjuangkan meskipun jika dielaborasikan dengan kasus a quo muaranya masih sangat samar-samar karena berbagai kepentingan.

Mengingat perhelatan demokrasi tingkat regional (Pilkada) semakin dekat, semua masalah yang ditimbulkan oleh yang diduga “oknum Komisioner” harus di clearkan supaya tidak menimbulkan gesekan yang menjadikan masyarakat Bone sebagai tumbal kepentingan tertentu. Perlu diingat pula, gesekan-gesekan ditingkat elit tentu korbannya masyarakat bawa. jika tidak ada tindakan “kesatria” mengundurkan diri sebagai penyelenggara maka dapat ditarik sebuah kesimpulan awal bahwa Pilkada di Bone tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

Baca Juga:  Kecamatan Dua Boccoe Tampilkan Produk Andalan di IKM Kabupaten Bone

( Laporan: Mus muliady )

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *