oleh

Berebut Takjil

-Opini-0 views

Catatan Pinggir:
Bahtiar Parenrengi

TOPIKINFORMASI.COM – Bone Berebut takjil menjadi kegiatan rutin saat Ramadhan. Saling berebut dengan anak lainnya menjadi sebuah kebiasaan, tradisi dan bahkan telah menjadi hiburan menjelang buka puasa. Kurang lebih begitu pengalaman disaat masih anak-anak.

Berebut bukan berarti menimbulkan keributan. Kita berebut untuk menduduki posisi tempat duduk, dimana ada penganan yang disukai. Tentu menjadi pengalaman menarik. Tapi setidaknya menjadi daya tarik bagi anak-anak untuk berpuasa dan mendatangi masjid.

Selepas Ashar, kebanyakan anak-anak sudah tak balik lagi kerumahnya. Ada memilih tadarusan. Ada juga main monopoli, ular tangga, baguli, main danda dan bahkan secara bergiliran membersihkan masjid menjadi pilihan karena belum ada handphone, gadget atau telepon pintar saat itu.

Tentu tak ada kita temukan anak-anak mojok disudut masjid untuk berselancar di media sosial. Tidak ada. Tidak ada pula kita dapati orang kebelet tapi pintu WC Masjid terkunci.

Soal penganan buka puasa atau takjil, anak-anak diberi tugas bergiliran. Dan yang menjadi tugas utama, cuci piring dan membersihkan.

Baca Juga:  Haji Mabrur

Terkadang, ada juga yang iseng menyembunyikan sisa takjil saat pemiliknya sedang Shalat. Keisengan itu terkadang membuat pemiliknya ngomel. Terkadang membentak anak-anak yang tidak tau masalah. Keseruan yang sulit dilupakan.


Takjil adalah istilah umum untuk kudapan yang dimakan saat berbuka puasa. Penganan itu biasanya berupa makanan manis seperti kolak pisang, bubur kacang ijo, jalangkote, sop buah, es buah, pisang ijo dan lain sebagainya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata takjil memiliki arti mempercepat dalam berbuka puasa. Kata tersebut berakar dari kata ‘ajila dalam bahasa Arab yang memiliki arti menyegerakan, sehingga takjil bermakna perintah untuk menyegerakan untuk berbuka puasa.

Pada bulan puasa, hampir seluruh masjid menyediakan penganan buka puasa. Warga seputaran masjid mendapat giliran untuk membawa kue atau makanan. Terkadang ada rejeki mendadak, pengurus masjid mendapat kiriman makanan dari seseorang.

Tentu ini menjadi amalan besar karena memberi makanan kepada orang berbuka puasa. Tindakan itu mendapan ganjaran amal yang begitu besar. Dari Abdullah bin Zubair bahwa saat Rasulullah SAW berbuka di rumah Sa’ad bin Mu’adz, Nabi bersabda:

Baca Juga:  THR

“Orang-orang berpuasa telah berbuka di rumahmu, makanan kalian dikonsumsi oleh orang-orang baik, dan malaikat mendoakan Rahmat bagimu”

Begitulah suasana Ramadhan. Karena ramadhan melatih, membimbing kita menjadi orang baik. Orang yang senantiasa terkontrol dalam bingkai keIlahian. Kita diarahkan untuk menjadi manusia yang memiliki kualitas iman yang baik, puncak derajat taqwa.


Ramadhan memiliki tiga fase yang menentukan agar kita meraih taqwa. Walau haditznya dianggap lemah atau daif, namun tak apa menjadi rujukan motivasi.

Dari Abu Hurariah, Ramadhan itu adalah bulan yang awalnya penuh dengan rahmat. Di pertengahannya penuh dengan ampunan. Dan, di ujungnya pembebasan dari api neraka.” (HR Ibnu Abi Dunya dan Ibnu ‘Asakir).

Mencari Rahmat dan pengampunan dari Allah menjadi target kita semua. Dan untuk di sepuluh terakhir Ramadhan tentu menjadi fase yang paling menentukan dalam meraih ketaqwaan. Karena orang bertaqwa tentunya akan terhindar dari api neraka kelak.

Pernak-pernik takjil telah menjadi sesuatu yang membudaya dalam bulan Ramadhan. Berebut takjil dan menyumbang takjil adalah sebuah proses untuk menjadi orang yang selalu jaga diri. Berjaga agar kita tidak gampang tersulut emosi. Harus menahan diri walau rasa lapar mendera.

Baca Juga:  Bersyukur Hati (Jiwa) Tenang Damai dan Tentram Jalan Terbaik Sukses Hadapi Covid-19

Menyumbang takjil juga menjadi proses mengasah diri untuk menjadi dermawan. Tidak mengumpulkan harta untuk dimakan sendiri. Berbagi takjil adalah sebuah tindakan berbagi, mengeluarkan harta yang dimiliki untuk dirasakan oleh orang lain. Mengeluarkan harta adalah proses penyucian diri. Apalagi di fase ke sepuluh terakhir ini kita mengeluarkan Zakat dan Sedekah, yang bisa disetor di Badan Amil Zakat Nasional atau kepada lembaga yang berhak.

Berebut takjil tentu bukan berebut minyak goreng. Berebut takjil mungkin jauh lebih mudah mendapatkannya. Sementara minyak goreng akan semakin sulit diraih dan harganya semakin mahal. Dan minyak goreng telah memakan korban, sudah beberapa orang diamankan. Bahkan
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana bersama tiga pihak swasta ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelewangan minyak goreng oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Akan adakah tambahan tersangka? Entahlah.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *