oleh

Kopi & Peradaban Baru

-Opini-274 views

Catatan Pinggir:
Bahtiar Parenrengi

Topikinformasi.com – Bone Saat menjadi pemalam kampus, kopi menjadi alat bantu mengarungi malam. Menjadi sesuatu penghangat. Menjadi penyemangat ngobrol dan menjadi pengganti makan malam.

Kopi selalu bikin hangat suasana, hingga lupa makan malam (karena memang tidak ada menunya). Setidaknya telah mengantar kita untuk ngobrol bersama sahabat senasib. Senasib dalam perantauan, menuntut ilmu.

Tak pernah bertanya, dari mana kopi itu tiba-tiba nongol. Karena para sahabat tau bahwa kopi itu diracik oleh sahabat special, Anwar Halim ataupun Marhabang, tanpa menggunakan kompor.

Racikan keduanya menjadi langganan sejumlah sahabat saya, seperti Andi Akhmar, A. Ilham Paulangi, Irfan Mahmud, Salahuddin Alam, Muh. Nawir, Jhon Candra, Nasruddin Budiman, Syahrul Hadi, Nasru Alam Azis, Muchlis Amans Hadi, Kaharuddin A Tokkong, Dafirah, Erni Musa dan masih banyak lainnya.

Kita pun tak pernah mempersoalkan, darimana air yang diaduk jadi kopi itu. Padahal terkadang, kita agak susah mendapat air bersih saat itu. WC kampus memang banyak, tetapi terkadang tak memiliki air.

Entahlah. Yang jelas, kopi yang disajikan cukup nikmat. Bahkan lebih nikmat dibanding dengan secangkir kopi yang dihidangkan warkop yang semakin menjamur saat ini.

Baca Juga:  Baznas Rembo dan Wiro Sableng
             ***

Era 80 an di Kampus Unhas Tamalanrea telah meninggalkan kenangan. Kenangan yang tak bisa menjadi sebuah curhatan atau catatan BaPer di media sosial. Era itu, tak senyaman dengan era saat ini. Karena era itu, kita hanya mengandalkan telpon umum dan Wartel.

Cukup menyulitkan untuk menghubungi keluarga di kampung. Pun sebaliknya demikian. Cukup menjadi kenangan. Menjadi bahan cerita masa lalu, yang enak diceritakan saat menikmati secangkir kopi.

Karena menurut penikmatnya, kopi banyak memiliki khasiat. Paling tidak, bisa Menyehatkan Organ Hati. Orang yang minum kopi rutin ditemukan memiliki kadar enzim hati dalam batas normal dibandingkan dengan orang yang jarang minum kopi.

Menurunkan Risiko Kanker Usus Besar.
Menurut penelitian, minum kopi secara rutin, baik kopi biasa maupun decaf, dapat menurunkan risiko kanker usus besar.

            ***

Minum kopi sambil bercanda. Ngopi sambil ngobrol, dialog dan seminar menjadi sebuah kebiasaan. Sudah menjadi lazim.

Baca Juga:  Kesulitan Menggarap Lahan Perkebunan Warga Berharap Perhatian Extra Pemerintah

Begitupun saat virus Covid 19 mewabah. Ada kebiasaan baru yang muncul, seperti Jaga jarak, cuci tangan, jabat tangan dan pakai masker. Kegiatan dibatasi. Kerja pun dibatasi. Model kerja dari rumah bermunculan. Dan kebiasaan baru membicarakan sesuatu digelar lewat zoom.

Kebiasaan-kebiasaan baru itu pun mulai tersosialisasi begitu cepat. Sehingga berjabat tangan misalnya, berubah begitu cepat dengan model yang baru. Kebiasaan yang setiap harinya ketika keluar rumah tak memakai masker, kini menjadi keharusan dengan model yang cukup beragam.

Kebiasan baru tersebut telah menjelma sebagai sesuatu yang wajib. Kebiasaan baru tersebut seolah meruntuhkan tembok kebiasaan atau kebudayaan lama. Norma silaturrahmi dengan ditandai berjabat tangan beralih model. Saling menutup hidung dan mulut dengan masker ketika bersua menjadi trend baru.

Untungnya, kebiasaan/ budaya baru yang muncul tersebut disatu sisi membuat penduduk dunia semakin kreatif.

Work from home (WFH), Pertemuan Virtual, Social distancing, physical distancing dan yang lainnya menjadi hal yang harus diterima. Covid 19 mengantar kita untuk menerima peradaban baru tersebut.

Namun demikian, lahirnya kebiasaan baru tersebut tak bisa dielakkan. Harus diterima dengan menyesuaikan diri. Covid 19 tak mesti membuat kita vakum. Harus melahirkan ide cemerlang dan kreasi baru yang membuat kita tak berhenti berkreasi. Teknologi komunikasi telah menggampangkan kita berkomunikasi. Dan ini telah diprediksi oleh Alvin Toffler.

Baca Juga:  Haji Mabrur

Dalam ‘The Third Wave’, Alvin Toffler menjelaskan bahwa terdapat 3 gelombang peradaban manusia. Gelombang pertama adalah gelombang agraris, gelombang kedua adalah industri dan gelombang ketiga adalah informasi.

Dalam gelombang ini, kata Toffler, komunikasi yang dilakukan tidak lagi terhambat dengan jarak. Kini mengirimkan pesan dari satu negara ke negara lain dapat dilakukan hanya dalam hitungan detik. Tak hanya itu saja, komunikasi juga dilakukan dengan melihat wajah orang secara langsung meskipun jaraknya adalah jutaan kilometer. Hal ini berkat adanya satelit dan internet yang membuat segalanya jadi lebih mudah.

Dan kini, kita semakin bebas berkomunikasi. Bisa berkomunikasi dengan siapa saja dan ditempat dimana saja. Entah saat berbaring di tempat tidur, di kantor atau pun saat minum kopi. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *