Topikinformasi.com—Jakarta — Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) akan bergerak menuju ekosistem baru bisnis kehutanan berbasis manajemen bentang alam (landscape) yang menempatkan pengelolaan hutan produksi dalam bentuk model multiusaha kehutanan.
Pengembangan ekosistem baru bisnis kehutanan diyakini bisa meningkatkan nilai riil hutan sehingga bisa mencegah tendensi konversi ke peruntukan lain yang bisa memicu deforestasi.
“Harus ada reorientasi menuju rekonfigurasi bisnis baru kehutanan, dengan lebih mengoptimalkan pemanfaatan ruang (lanskap) hutan produksi tidak hanya kayu, tetapi juga hasil hutan bukan kayu, pemanfaatan kawasan dan jasa lingkungan,” kata Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo yang baru saja terpilih kembali untuk kedua kalinya sebagai Ketua Umum usai Musyawarah Nasional (Munas) APHI, Rabu (08/12/2021).
Dalam Munas tersebut, peserta secara aklamasi mufakat untuk memilih kembali Indroyono Soesilo sebagai Ketua Umum APHI periode 2021-2026 . Peserta Munas APHI juga mencapai mufakat untuk memilih Amir Sunarko sebagai Ketua Dewan Pengawas.
Berbasis landscape atau kawasan, maka hutan produksi akan dikelola tidak hanya untuk tujuan kayu namun dengan model multiusaha kehutanan sehingga akan ada optimalisasi pemanfaatan lahan hutan dan menjadi jauh lebih produktif. Misalnya dengan menerapkan pola agroforestry untuk memproduksi komoditas pangan, jasa lingkungan dan hasil hutan non kayu lainnya.
“Misalnya untuk memproduksi porang atau minyak atsiri,” kata Indroyono.
Dia juga mengajak pelaku usaha kehutanan untuk melirik bisnis ekowisata dan jasa lingkungan, termasuk di pasar karbon. Apalagi kini telah terbit Peraturan Presiden No 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang bertujuan mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca dalam dokumen NDC sekaligus membuka pasar karbon.
Indroyono menyatakan pengembangan multiusaha kehutanan berarti juga pemanfaatan hasil hutan kayu akan dioptimalkan pada produk-produk yang memiliki nilai tambah.
“Oleh karena itu pemanfaatan teknologi harus dimaksimalkan,” katanya.
Perubahan paradigma pemanfaatan hutan mulai tercermin dari kinerja ekspor kehutanan. Secara akumulatif nilai ekspor produk kehutanan tahun 2021 meningkat mencapai 21,43% dibanding tahun lalu. Sampai kuartal ke-4 2021 nilai ekspor produk kayu mencapai 13,42 miliar dolar AS berbanding 11,05 miliar dolar di tahun 2020.
Sementara, untuk produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada kuartal keempat tahun 2021 mencapai 192 ribu ton naik sebesar 47,6% dibandingkan tahun 2020 yang sebesar 130 ribu ton pada periode yang sama.
Indroyono yakin dengan penerapan model multiusaha kehutanan maka nilai riil hutan bisa meningkat sehingga mengurangi tendensi perubahan ke penggunaan lain yang berarti mencegah deforestasi.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat pembukaan Munas APHI mengapresiasi peran APHI untuk mendukung percepatan reorientasi bisnis baru sektor kehutanan.
Menurut Menteri LHK, bisnis kehutanan kini tidak lagi hanya fokus pada produk kayu tapi pada pengelolaan bentang alam untuk menuju hutan lestari.
Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan masih banyak tantangan untuk optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan sesuai apa yang diamanatkan dalam peraturan perundangan.
“Untuk itu saya sangat berharap dunia usaha kehutanan dapat bekerja bersama-sama untuk berkontribusi bagi pemulihan ekonomi nasional dibawah kepemimpinan langsung bapak Presiden RI Jokowi,” ungkapnya.
Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan, kerja sama yang baik antara pemerintah dan dunia usaha kehutanan menghasilkan sejumlah capain yang baik. Selain meningkatnya kinerja industri kehutanan di tengah pandemi Covid-19.
Diantaranya adalah turunnya laju deforestasi pada tahun 2019-2020 dan ditekannya kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada tahun 2020.
(fri)
Komentar