oleh

Tragedi Cinta

-Edukasi-72 views

Catatan Pinggir:
Bahtiar Parenrengi

Topikinformasi.com – Bone Masih ingat cerita cinta Romeo dan Juliet? Cinta sehidup semati. Konon, cerita cinta yang ditulis oleh William Shakespeare ini hingga kini masih menjadi cerita indah.

Tragedi kisah cinta klasik Romeo dan Juliet pertama kali diterbitkan pada tahun 1595. Cerita yang mengisahkan tentang dua orang manusia yang saling mencintai satu sama lain, namun tak bisa bersatu karena kedua keluarga yang saling bermusuhan.

Kedua tokoh dalam cerita, Romeo dan Juliet, akhirnya mengakhiri hidup masing-masing daripada harus hidup berpisah.

Cerita ini ditutup dengan elegi atau syair yang berbunyi, ”Karena tidak pernah ada cerita yang lebih menyedihkan, daripada Romeo dan Juliet.”

           ***

Cerita cinta Romeo dan Juliet berakhir tragis. Bunuh diri. Dan itu menjadi tontonan yang menyesakkan hati. Sehidup semati. Memilih mati.

Baca Juga:  Kartini Masa Kini Terseret Arus Modernitas

Soal cinta memang terkadang menyesakkan. Pun juga membuat hati berbinar. Ceria dan melahirkan senyum sumringah.

Cinta terkadang bikin buta, dan banyak memilihnya bunuh diri ketika pisah. Seperti disejumlah berita yang kita baca, hanya karena putus cinta dengan sang kekasih, seorang pemuda memilih mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.

Saat ditemukan tubuh pemuda tersebut tergantung di pohon mangga di Jalan Masjid, Jatisampurna, Kota Bekasi.

Berdasarkan keterangan sejumlah saksi dan kerabatnya, diduga pemuda tersebut mengakhiri hidupnya karena tidak mampu mengatasi rasa patah hatinya.

Cukup memilukan. Terkadang keputusan jauh dari pertimbangan nalar dan iman. Dan keputusan itu berlandaskan emosi dan ego yang berlebihan.

Iman bukan lagi menjadi landasan kesadaran. Sehingga cinta hanyalah menjadi sebatas emosi dan nafsu. Kesadaran menjadi manusia yang memiliki cinta kasih menjadi hilang. Menjadi manusia yang absurd.

Baca Juga:  KIM Desa Mallari Dibekali Pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan
            ***

Konyol. Itu terkadang menjadi tampilan manusia. Kita seolah memilihnya ketika lupa pada iman sebagai pondasi kehidupan.

Padahal dengan dimensi keIlahian, kita bisa menjadi manusia yang penuh cinta kasih. Tak memilih mengakhiri hidup dengan tragis.

Cinta dalam dimensi keIlahian tak menganjurkan adanya pilihan mengakhiri hidup seperti cerita Romeo dan Juliet. Tapi mengantarkan kita pada dimensi Sakinah mawaddah wa rahmah.

Sakinah artinya tenang dan tentram.
Mawaddah artinya cinta, harapan.
Warahmah artinya kasih sayang. Karena setiap orang butuh ketenangan, maka ia butuh cinta. Butuh kasih sayang.

Karena dengan “Cinta Kasih”, seperti kata Ilmuwan USA, Professor David Hawkins, sel-sel kanker paling takut dgn rasa CINTA KASIH. Penelitiannya juga temukan bahwa banyak orang sakit karena kekurangan cinta kasih.

Baca Juga:  Webinar SMA Islam Athirah 1 Makassar Bahas Cara Terbaik Pilih Sekolah di Masa Covid-19

Professor Hawkins mengatakan, “Kebanyakan orang_ sakit karena di dalam dirinya tidak ada hati yang penuh dgn Cinta Kasih yang Tulus & Ikhlas.
Yang ada hanya kesedihan dan deraian air mata.

Dalam penelitiannya, David Hawkins mendapati bahwa kebanyakan orang sakit selalu menggunakan pikiran negatif. Jika frekuensi cinta kasih seseorang di atas 200 hz maka dia tidak akan sakit.

Pikiran atau emosi negatif mana yg ada di bawah getaran 200 hz? Yaitu manusia yang suka mengeluh, suka menyalahkan orang lain dan dendam pada orang.

Yakinlah, tetaplah pada alur cinta yang benar agar kita tidak sesat. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsu mereka belaka dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun..

(Bahtiar Parenrengi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *