Catatan Pinggir:
Bahtiar Parenrengi
Topikinformasi.com – Bone Berbicara tentang kemiskinan, kita berbicara realitas. Realitasnya, karena ada yang kaya tentu kebalikannya ada yang miskin.
Kemiskinan menurut para ahli, seperti Suparlan, Kemiskinan adalah standar tingkat hidup yang rendah karena kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang bila dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
Kemiskinan menurut BAPPENAS adalah situasi serba kekurangan karena keadaan yang tidak dapat dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang dimilikinya.
Sementara menurut Reitsma dan Kleinpenning,
Kemiskinan adalah ketidak mampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non-material.
Defenisi itu tentu telah memberikan pemahamana kepada kita bahwa seseorang yang tidak memiliki keseimbangan dalam memenuhi kebutuhannya, baik secara materil maupun non materil.
***
Solusi Keluar dari Kemiskinan, sebuah dialog menarik digagas oleh teman pendampin Program Keluarga Harapan (PKH) baru-baru ini.
Dialog yang digelar sangat sederhana disebuah cafe tersebut menjadi catatan menarik untuk diperbincangkan. Berbagai komentar bermunculan sebagai solusi.
Adapula komentar lucu tapi menohok hati. Karena realitas yang sering terlihat, ketika bantuan yang berlebel miskin bermunculan, warga yang mengaku miskin pun bermunculan pula.
Entahlah kita sengaja memiskinka diri atau ini menjadi watak kita yang bangga ketika menerima bantuan kemiskinan. Entahlah. Yang jelas bahwa kemiskinan bukanlah pilihan. Kita harus keluar dari lingkaran tersebut. Karena para leluhur kita telah menanamkan sebuah ‘paseng’, “Resopa temanginggi’ namalomo naletei pammase Dewata.”
Etos kerja yang ditanamkan manusia bugis sangatlah ekstrim. Kerja keras tak mengenal lelah. Sehingga tak heran,
Presiden Joko Widodo pada sidang Tahunan MPR Tahun 2018 lalu, di Gedung MPR/DPR/DPD Senayan Jakarta, mengutif pesan tersebut.
Jika diartikan secara kata per kata.Resopa: Hanya dengan kerja keras,Temangingngi’: Ketekunan/tak mudah menyerah, Namalomo: Mudah, Naletei: Diberi/Mendapatkan, Pammase: Berkah/Ridho, Dewata: Tuhan. “Hanya dengan kerja keras dan ketekunan maka akan mudah mendapatkan ridho oleh Tuhan.”
Orang Bugis dalam catatan sejarah memang dikenal petarung. Dikenal sifat gigih dan pantang mundur. Tidak heran dalam sejarah kemaritiman, sebagai pelaut ulung.
Nilai-nilai kearipan lokal selalu dipegangnya, seperti “Resopa Temangingngi’ Namalomo Naletei Pammase Dewata” yang selalu dipegang sebagai pemicu semangat dalam keberhasilan. Dan dijadikan motivasi bagi mereka yang meninggalkan tanah Bugis ke tempat perantauan dan meraih keberhasilan.
***
Kemiskinan, selalu disoal. Selalu jadi bahan perdebatan. Selalu menjadi bahan dialog. Selalu dijadikan program, dan banyak yang suka.
Namun demikian, dalam realitasnya ketika bantuan ada, banyak yg mengaku miskin. Banyak yg protes ketika tak mendapat bantuan. Menekan angkanya sungguh sangat sulit, karena terkadang warga susah menjadi jujur. Itu artinya, mereka mendoakan dirinya menjadi miskin.
Dari data terpadu kesejahteraan sosial Bone tahun 2019, terdapat 91.273 rumah tangga, 114.114 kepala keluarga atau 367.602 jiwa orang miskin.
Sementara Penerima bantuan pangan non tunai sebanyak 54.543 kk, setelah ada covid diiusulkan ke pusat utk menambah sebanyak 26.901 kk.
Sudah puluhan tahun kita menangani kemiskinan, melalui berbagai program. Apa hasilnya sekarang. Apakah kita mampu menekan laju angka kemiskinan. Atau ini hanyalah program pelipur lara?
Ataukah memang, warga miskin ini tak mau merubah nasibnya? Entahlah. Yang jelas kita harus berusaha memberi solusi, diantaranya : Pemerintah Memperluas lapangan kerja. Memberikan bantuan pendidikan secara gratis. Dalam hal edukasi, pemerintah telah mengadakan program bantuan pendidikan berupa wajib belajar sembilan tahun bagi masyarakat yang tidak mampu.
Untuk Kabupaten Bone, Ada Gerakan Lisu Massikola. Bahkan sudah 5000 anak yang sudah diselamatkan untuk kembali bersekolah.
Langkah lain yang bisa ditempuh, memberi fasilitas yang memadai dan subsidi gratis. Setelah fasilitas terpenuhi, kita bisa melakukan inovasi dan kreativ.
Dan hal yang terpenting pula, jangan jadi ARTIS. Yaitu individu/ masyarakat yang setiap harinya menjadi pemalas. Menjadi peMedsos yang hebat dan memiliki pengikut yang banyak tapi tak berpenghasilan. Jangan jadi ARTIS, masyarakat yang kerjanya hanya AnRe Tinro Solle alias ARTIS.
(Bahtiar Parenrengi)
Komentar