oleh

Ya Tutu Ya Upe’ ya Capa’ ya Cilaka

Catatan Pinggir:
Bahtiar Parenrengi

Topikinformasi.com – Bone Banyak petuah-petuah Bugis sering dilupakan. Padahal itu sangat berguna. Sarat makna.

Petuah berarti pesan yang berisi nasihat, peringatan dan pelajaran. Biasanya, petuah berasal dari orang tua, orang bijak, dan orang alim.

Di kalangan Bugis, khususnya Bugis Bone, petuah-petuah yang ada, terdiri dari Paseng dan Pangaja.

Paseng berisi pesan-pesan yang melingkupi masa yang lalu, masa kekinian dan masa akan datang. Sedang Pangaja muncul setelah seseorang melanggar petuah atau melakukan perbuatan yang melanggar norma yang berlaku.

Seperti, Aja’ mumatebbe’ ada, apa’ iyatu adaé maéga bettuwanna. Alitutuiwi lilamu, apa’ iya lilaé pawaré-waré.
Artinya: “Jangan banyak bicara, sebab bicara itu banyak artinya. Jaga lidahmu, sebab lidah itu bisa mengiris”.

           ***

Petuah. Ungkapan yang sarat makna. Para leluhur kita telah memberi petuah yang sangat filosofis.

Baca Juga:  Lomba Mewarnai Gambar Bentuk Edukasi APKLI Kembangkan Kecerdasan Otak Anak-Anak

Seperti petuah, Aja’ mumatebbe’ ada, apa’ iyatu adaé maéga bettuwanna. Alitutuiwi lilamu, apa’ iya lilaé pawaré-waré, ini tentu sangat penting.

Ungkapan yang memberi pesan bahwa kita (siapapun), sebaiknya terus menjaga lisan. Sebab tak menjaga lisan bisa menimbulkan resiko. Seperti itulah yang sering kita dengar, kita baca dizaman millenial ini. Banyak yang tak berhati-hati akhirnya masuk bui.

Tak heran, jika kebanyakan orang bijak selalu mewanti-wanti untuk tetap bijak dalam bermedsos. Kontrol diri sangat penting, sehingga tak tergelincir didunia hoax dan didunia tang bisa merenggangkan tali silaturrahmi.

           ***

Petuah, yang oleh orang bugis sangat dijunjung tinggi. Itu dulu, kata sahabat saya saat menikmati secangkir teh pekat.

Baca Juga:  Ops Patuh, Satlantas Polres Bone Edukasi Masyarakat Tertib Lalin dan Patuh Prokes Lewat Radio

Sekarang lain ceritanya. Ada pergeseran nilai didalam masyarakat kita. Petua seakan bukan lagi tanda atau peringatan untuk selalu berhati-hati. Seolah sudah menjadi hembusan angin sepo-sepoi yang menina bobokkan.

Padahal itu sangat penting. Bisa berguna dalam keseharian hidup kita. Sebab petuah dalam kamus Bahasa Indonesia mengandung arti, keputusan atau pendapat mufti (tentang masalah agama Islam); fatwa; nasihat orang alim; pelajaran (nasihat) yang baik.

Kalaulah itu bisa dijadikan nasihat, maka niscaya akan mewujudkan suatu kehidupan “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”. merupakan keadaan negeri yang menjadi dambaan dan impian seluruh manusia.

Kita berharap agar daerah atau negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya. Negeri yang penduduknya subur dan makmur, namun tidak lupa untuk bersyukur.

Baca Juga:  Kapolres kompak Dandim 1407/Bone kirim karangan Bunga Wadanyon C Pelopor dan LILO Ak Hadir Dirumah Duka Almarhumah Hamidah Umar

Untuk itulah kita senantiasa memahami petuah-petuah bugis yang nilai filosofinya sangat tinggi dan berdaya guna. Seperti petuah yang sangat tren selama pandemi Civid 19, “Ya tutu ya upe’ ya capa’ ya cilaka”.

Ungkapan ini menjadi trend beberapa bulan terakhir, yang di populerkan oleh Bupati Bone, Andi Fahsar M Padjalangi.

Sejak awal pandemi Covid 19, pesan penuh maknai ini selalu disampaikan. Tak hanya dalam pidato, diskusi ajan tetapi oesan tersebut juga disampaikan dalam himbauan lewat spanduk dan media lainnya.

Ya tutu ya upe’ ya capa’ ya cilaka memiliki arti, Yang berhati-hati yang beruntung (selamat), yang lalai yang bakal celaka. Semoga saja kita termasuk orang-orang yang beruntung. Tak terjangkit virus Covid 19. (Bahtiar Parenrengi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *